SEJARAH
PESANTREN SURYALAYA
BIOGRAFI SYEKH
ABDULLOH MUBAROK BIN NUR MUHAMMAD (ABAH SEPUH)
BIOGRAFI SYEKH
AHMAD SOHIBUL WAFA TAJUL ARIFIN (ABAH ANOM)
Oleh : Iis
Siti Hamidah Sa’adiyah
1.
Sejarah
Pesantren Suryalaya
Pondok
Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang
dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami
hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari
masyarakat sekitar. Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan.
Namun
Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau,
Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan
selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh
Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan
modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta.
Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya =
Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti
tempat matahari terbit.
Pada
awalnya Syeikh Abdullah bin Nur Muhammad sempat bimbang, akan tetapi guru
beliau Syaikh Tholhah bin Talabudin memberikan motivasi dan dorongan juga
bimbingan khusus kepadanya, bahkan beliau pernah tinggal beberapa hari sebagai
wujud restu dan dukungannya. Pada tahun 1908 atau tiga tahun setelah berdirinya
Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Sepuh mendapatkan khirqoh (legitimasi
penguatan sebagai guru mursyid) dari Syaikh Tholhah bin Talabudin
Seiring
perjalanan waktu, Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang dan mendapat
pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana pendidikan pun semakin
bertambah, begitu pula jumlah pengikut/murid yang biasa disebut ikhwan.
Dukungan
dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin
menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya dengan Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan. Untuk kelancaran tugas Abah
Sepuh dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dibantu oleh sembilan
orang wakil talqin, dan beliau meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan
jalinan kesatuan dan persatuan para murid atau ikhwan, yaitu TANBIH.
Syaikh
Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada tahun 1956 di usia
yang ke 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya dilimpahkan kepada putranya
yang kelima, yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akbrab dipanggil
dengan sebutan Abah Anom. Pada masa awal kepemimpinan Abah Anom juga banyak
mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII.
Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan,
terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII. Juga pada masa
pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk
menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar
menurut agama Islam dan Negara.
Perkembangan
Pondok Pesantren Suryalaya semakin pesat dan maju, membaiknya situasi keamanan
pasca pemberontakan DI/TII membuat masyarakat yang ingin belajar Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah semakin banyak dan mereka datang dari berbagai daerah
di Indonesia. Juga dengan penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqin dan
para mubaligh, usaha ini berfungsi juga untuk melestarikan ajaran yang tertuang
dalam asas tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan Tanbih. Dari tahun ke
tahun Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang, sesuai dengan tuntutan
zaman, maka pada tanggal 11 maret 1961 atas prakarsa H. Sewaka (Alm) mantan
Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan mantan Mentri Pertahanan RI Iwa Kusuma
Sumantri (Alm) (1952 – 1953). Dibentuklah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren
Suryalaya. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu tugas Abah Anom
dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Setelah
itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia,
bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Thailand,
menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan Amerika. Dengan demikian ajaran
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun semakin luas perkembangannya, untuk itu
Abah Anom dibantu oleh para wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh
Indonesia, dan juga wakil talqin yang berada di luar negeri seperti yang
disebutkan di atas.
Pada
masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam
kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup,
dan Kenegaraan. Hal ini terbukti dari penghargaan yang diperoleh baik dari
presiden, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari dunia
internasional atas prestasi dan jasa-jasanya. Dengan demikian eksistensi atau
keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh
segenap umat manusia.
2.
Biografi dan kepemimpinan Abah
Sepuh
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil Abah
Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot Kabupaten
Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung
Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Rd Nura Pradja (Eyang Upas, yang kemudian
bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah. Beliau dibesarkan oleh uwaknya yang
dikenal sebagai Kyai Jangkung. Sejak kecil, beliau sudah gemar
mengaji/mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan
kesejahteraan masyarakat. Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang
akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin
Bandung beliau mendalami fiqih, nahwu, dan sorof. Beliau kemudian
mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan
pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan Tasikmalaya.
Beliau kemudian menunaikan ibadah Haji yang pertama.
Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh
sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan Tasikmalaya, beliau masih terus
belajar dan mendalami ilmu Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah kepada Mama Guru Agung
Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon. Setelah
sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya-Cirebon untuk memperdalam ilmu
tarekat, akhirnya beliau memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil
Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, beliau diangkat secara resmi
(khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
oleh Syaikh Tolhah. Beliau juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan
(bertabaruk) kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura dan bahkan memperoleh ijazah
khusus Shalawat Bani Hasyim.
Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang
menguntungkan dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, beliau beserta
keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah H. Tirta untuk
sementara. Selanjutnya beliau pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak
2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari
Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian
dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya.
Beliau memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun
1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya
dari Bandung, beliau bermukim di rumah H Sobari Jl Cihideung No 39 Tasikmlaya
dari tahun 1950-1956 sampai beliau wafat.
Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh
Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak
ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tangal 25 Januari 1956,
dalam usia 120 tahun. Beliau meniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren
Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa
dapat elaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan
sebuah wasiat berupa “TANBIH” yang sampai saat sekarang dijadikan
pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren
Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.
3.
Biografi dan Kepemimpinan Abah Anom
KH.
A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom
dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima
Syaikh Abdullah Mubarok (Abah Sepuh) bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang
bernama Hj Juhriyah.
Dua
tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas,
Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa
kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang
ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh
pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah
pesantren. Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai
ilmu keislaman saat berumur 18 tahun. Didukung ketertarikan pada dunia
pesantren, ayahnya yang sesepuh TQN mengajarinya zikir tarekat. Sehingga ia
menjadi wakil "talqin" Abah Sepuh pada usia relatif muda. Sejak
itulah, ia lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.
Percobaan
ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan
dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan
kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu,
yang dipimpin oleh H. Junaedi yang
terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah
menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah.
Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Makkah, setelah
bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah
mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam.
Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang
merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih
berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau
juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli
bahasa Sunda dalam
penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Bahkan beliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.
Abah
Anom resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di pesantren sejak tahun 1950.
Ketika Abah Sepuh Wafat,
pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin
pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan
ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil
sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi
untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga
listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap
konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang
diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok
Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di
belakangnya.
Di
samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan
berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah,Madrasah
Aliyah, Madrasah
Aliyah keagamaan, Perguruan
Tinggi (IAILM) dan Sekolah
Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah.
Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap
kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah
membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat
luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi,
dan psikologi,
bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai
disiplin Ilmunya termasuktasawuf dan tarekat mampu
merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk
daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan
pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola,
yaitu KH. Noor Anom
Mubarok BA, KH. Zaenal
Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.
Setelah
menjalani masa yang cukup panjang, KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin bin Syaikh
Abdullah bin Nur Muhammad sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan
segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan,
dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada hari Senin tanggal 05 September
2011 pukul 11.55 dalam usia 99 tahun.
Setelah
wafatnya Abah Anom, ponodok pesantren suryalaya dikelola oleh Anak – anaknya
dengan program pengajaran yang sama seperti pengajaran Abah Anom. Salah satu Anak dari Abah Anom yang mengelola
Pondok Pesantren Suryalaya yaitu Bapak H. Baban Ahmad Jihad.
TANBIH
Bismillahirrohmanirrohim
Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya
segenap murid-murid pria maupun wanita, tua maupun muda :
“Semoga ada dalam kebahagiaan,
dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga
tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara
bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing
seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya
tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas
wasiat kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan
sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara.
Ta’atilah kedua-duanya tadi
sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya
dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan
perintah dalam agama maupun negara.
Insyafilah hai murid-murid
sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan,
waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar
dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu
menyelinap dalam hati sanubari kita.
Lebih baik buktikan kebajikan
yang timbul dari kesucian :
Terhadap orang-orang yang lebih
tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah
seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
Terhadap sesama yang sederajat
dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan,
sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan
perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan,
kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa
untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).
Terhadap oarang-orang yang
keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak
senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar
mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar,
bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat
yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
Terhadap fakir-miskin, harus
kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan,
mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa
pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak
acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu
bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap
manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka
itu masih keturunan Nabi Adam a. s. mengingat ayat 70 Surat Irso yang artinya :
“Sangat kami mulyakan keturunan
Adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga kami
mengutamakan mereka lebih utama dai makhluk lainnya.”
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa
kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan,
mengingat Surat Al-Maidah yang artinya :
“Hendaklah tolong menolong dengan
sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh
terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".
Adapun soal keagamaan, itu
terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu
untuk kamu, agamaku untuk aku”,
Maksudnya jangan terjadi
perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai,
tetapi janganlah sekali-kali ikut campur.
Cobalah renungakan pepatah
leluhur kita:
“ Hendaklah kita bersikap
budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu
pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan
diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.
Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan
bahwa :
“Tuhan yang Maha Esa telah
memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang
dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun
penduduknya/penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah
bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan
perbuatan mereka sendiri”.
Oleh karena demikian, hendaklah
segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna
kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad
nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi
Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).
Tiada lain amalan kita, Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan,
menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun
rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan
dengan seksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia
dan akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari
1956
Wasiat ini disampaikan kepada
sekalian ikhwan
(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)
Daftar Pusataka:
DOKUMENTASI
Wajah Suryalaya Tempo Doeloe.
Mesjid Nurul Asror
Abah
Sepuh
Abah
Anom
Abah Anom
bersama Syekh Nazim Al Haqqoni (Pemimpin Mursyid Tareqat Naqsyabandiah Sedunia
(tengah) dan Syekh M. Hisham Kabbani (kanan) keduanya dari Amerika
Meniggalnya
Abah Anom
In Memorian